Selasa, 10 Desember 2013

Sembilan Puluh Derajat

        Ini adalah kisah kasih(an) yang terjadi sekita akhir tahun 2010. Waktu itu saya yang masih SMA sedang dalam perjalanan study tour Lampung-Bali kelas Akselerasi SMAN 1 Terbanggi Besar. Bayangkan saja, study tour dari Lampung ke Bali, naik bis, selama sepuluh hari, lalu mandi menumpang di rumah makan yang kami singgahi. Mimpi buruk di siang hari.
Hari kedua perjalanan, rombongan kami hinggap sejenak di Jogja lalu tanpa menginap di hotel atau dimanapun bis kami  melaju ke Surabaya. Tujuan utama study tour kami memang Bali. Namun berkat kepandaian Bu Endang mengatur jadwal dan budget, dapatlah kami mengunjungi tempat-tempat wisata di Jogja, Surabaya, Madura, dan pulangnya mampir ke Mekar Sari hanya dengan budget satu setengah jutaan. Hahahaha...ketambahan dari beasiswa BOP juga sih katanya..-__-
Perjalanan menuju Surabaya pada malam itu cukup ekstrim. Entah karena sopirnya ngambil rute yang nggak biasa, atau memang rombongan kami sedang mengalami kejadian dimana sebuah bis pariwisata yang sedang melaju di jalan tol tiba-tiba muncul di tengah hutan. Oke. Ini hanya dugaan mistis. Tapi yang jelas, malam itu (padahal baru jam 7 atau 8 malam), semua penumpang sudah mulai merasa ngantuk. Pemandangan di luar jendela yang tadinya berhiaskan rumah-rumah penduduk, sawah, pokoknya yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan mulai berubah menjadi barisan pepohonan. Tebak saya, sopir bis kami mengambil rute yang melewati hutan. Tapi nggak tahu, hutan apa yang kami lewati.
Rute yang kami lewati sepertinya agak-agak mirip sama Alas Roban (atau jangan-jangan beneran Alas Roban??). Hutan, jalan berliku, malam hari dan angker. Beberapa kali saya berimajinasi serem, disaat bis sedang melaju kencang, tiba-tiba saja sesosok yang tak dikenal menempel di jendela sebelah saya. Wajah pucat, mata yang cekung, dan tatapan kosong. Oke, sip. Ternyata itu bayangan teman saya, Tiwi, yang terpantul di jendela. Ngasih kode ke saya untuk tuker tempat duduk karena dia mulai pusing dan mual dengan rute yang berkelok-kelok dan jalan yang nggak rata.
Sisa dari perjalanan menuju Surabaya ini saya habiskan dengan mencoba tidur nyaman sambil duduk bersila. Sialnya, posisi enak ini dimanfaatkan oleh Tiwi yang tanpa berdiskusi dengan saya, dia sudah tidur berbantalkan pangkuan saya. Saya disergap rasa dilema antara kasihan sama teman yang lagi mabuk darat, atau kasihan sama diri sendiri yang sudah tahu ujung dari peristiwa ini adalah, kesemutan hebat.
Keadaan dalam bis yang gelap, guncangan demi guncangan yang menggetarkan hati, eh salah, badan maksudnya, serta kelokan-kelokan yang mulai terasa seperti efek main bom bom car, mebuat saya tidak menyadari berapa lama perjalanan kami menuju Surabaya. Rencananya nanti setiba di Surabaya, kami akan menginap di guest house milik ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember). Songong ya. Study tour anak SMA, nginepnya salah satu perguruan tinggi terkenal. =B
Sekitar pukul 11 malam (kalau tidak salah), perlahan-lahan bis kami mulai memperlambat lajunya dan mulai memasuki kawasan kampus ITS. Lampu bis juga sudah mulai dinyalakan, pertanda kami harus bersiap-siap turun. Sebelum bis benar-benar parkir, guru saya sempat berdebat dengan satpam yang berjaga karena kami datang terlalu malam. Untungnya tidak sampai menimbulkan masalah besar. =)  Dengan setengah kesadaran, rombongan kami mulai mengemasi tas dan turun dari bis. Berharap segera bisa meluruskan kaki di kasur yang nyaman.
Sayangnya, harapan saya dan teman-teman begitu saja pupus setelah mengetahui kalau bis kami parkir jauh dari guest house yang akan kami inapi karena bis besar tidak bisa masuk. Itu berarti kami harus berjalan kaki dengan jarak yang tidak diketahui, dengan keadaan setengah mengantuk, capek, dan membawa barang-barang kami agar tidak hilang dicuri bila ditinggalkan di bagasi bis. Dengan kata lain, ditengah malam yang sunyi itu...saya harus bersusah payah dengan kaki kesemutan menggeret koper berisi keperluan untuk sepuluh hari, tas ransel, dan beberapa kresek oleh-oleh dari Jogja...seorang diri. Greget banget!
Guest house yang akan kami tempati berada di kompleks guest house Bougenvile. Saya cukup terpesona akan keromantisan perjalanan kami dari bis ke guest house. Kami disajikan dengan rimbunnya taman-taman guest house lain dengan temaramnya lampu taman yang kekuningan. Di beberapa jalan, kami harus melewati terowongan tanaman rambat yang berhiaskan kiciran angin (yang ternyata, keesokan harinya saat terang barulah terlihat kalau itu adalah jejeran topeng serem yang digantung). Lalu perjalanan kami harus berubah menjadi menyeramkan saat tetiba salah satu anjing penjaga menggonggongi rombongan kami. Serem sih nggak juga, tapi kaget. Belum lagi dari arah guest house yang lain terdengar suara orang marah-marah. Eh, nggak taunya burung beo yang berusaha menyambut kami, tapi salah pemilihan kata dan intonasi. -___-
Setelah perjalanan panjang dengan segala kejutan, sampailah kami di guest house yang terlihat sangat hangat dan nyaman. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing empat orang per kamar. Tanpa aba-aba saya menggabungkan diri dengan Tiwi, Irine, dan Sinta. Yup! Anak SMA dulu masih suka bentuk geng dan mereka bertigalah teman geng saya. Kami memilih kamar yang jendelanya menghadap ke bagian belakang dan kamar mandi di luar. Kamar kami cukup luas, ada dua double bed yang bisa dipepetkan, AC, sebuat tv LCD, dan sebuah meja kursi. Kamar mandinya pun bersih.
Setelah kami meletakkan barang-barang kami, dan menyelesaikan segala urusan yang berkaitan dengan kamar mandi, kami makan bersama di ruang tengah. Saya akui pelayanan di guest house ini sangat bagus. Tempat enak dan makanannya eat-able banget. Suasana yang sudah hampir tengah malam itu terasa seperti jam dinner biasanya. Rame, riuh, dan menyenangkan...
Sebelum tidur beberapa dari kami ada yang melakukan kembali ritual kamar mandi, bongkar-bongkar koper, dan sholat isya. Saya juga menyempatkan diri berkunjung ke kamar teman saya yang lain. Ketika melihat teman saya sedang memakai mukena, saya jadi teringat kalau saya belum tahu arah kiblat.
“Arah kiblatnya ke mana, Han?” tanyaku santai sambil guling-guling di kasur. Rupanya kamar geng kami sedikit lebih luas daripada kamar teman saya.
“Ke sana, Wid. Tadi aku tanya Bu Endang,” jawab Hani singkat sambil menunjuk arah yang dimaksud lalu sholat.
Rasa mengantuk saya sudah semakin menjadi, maka saya putuskan untuk kembali ke kamar, sholat isya, lalu tidur. Tiwi dan Irine yang baru saja selesai sholat sedang merapikan tempat tidur dari segala barang-barang kami dan melipat mukena. Sedangkan teman saya yang lain, si Sinta entah kemana.
Selesai sholat saya ikut bergabung dengan Tiwi dan Irine yang sudah lebih dulu berbaring di tempat tidur dan sibuk dengan handphone masing-masing. Yang sms pacarlah, yang sms orang tua lah...
“Eh, kalian udah pada sholat?” tanya Sinta yang tetiba aja muncul dengan wajah basah.
“Udah dong,” jawab Tiwi agak mengejek.
“Kiblatnya ke arah mana?”
“Sana,” jawab Irine singkat sambil menunjuk ke arah belakang bahunya.
Satu raka’at Sinta sholat, saya, Tiwi, dan Irine masih berbaring sambil mainan handphone dan menahan ketawa karena becandaanya Tiwi. Takut mengganggu konsentrasi sholatnya Sinta. Sampai pada akhirnya, saya menyadari sesuatu...sesuatu yang buruk...sesuatu yang sangat menyesatkan...
“Eh, Wik...liat ke atas geh.. itu apa coba?” tanya saya sambil menyenggol teman saya dan menunjuk ke arah pojokan atas langit-langit kamar.
“Apaan sih emangnya?” Tiwi mulai penasaran.
“Coba baca geh..” Saya masih bersikap sok horror.
“Emm...a...rah..ki...blat...emang kenapa sih, Wid?” Tiwi belum mengerti maksud saya. Irine yang sudah hampir tertidur akhirnya ikut nimbrung. Kami bertiga berdesak-desakan dipojokan bed agar bisa melihat tanda hijau yang tergambar di langit-langit kamar.
“Tau nggak...” kata saya mulai serius lagi, “Sinta sholat arahnya beda 90 derajat dari tanda yang diatas.”
Hening. Kami bertiga saling pandang. Lalu memandang Sinta yang masih dengan khusyuknya melanjutkan sholat. Saya yakin benar sepelan apapun suara saya saat menyebutkan ’90 derajat’, Sinta pasti dengar. Oleh karena itu, muncul begitu saja niatan kami bertiga untuk tertawa sekeras-kerasnya agar Sinta membatalkan sholatnya dan mengarah ke arah yang benar.
“HAHAHAHAHA!!!” kami bertiga kompak tertawa geli dan sialnya Sinta tetep tak bergeming.
Oke. Kami sadari niat jahat kami memang salah. Tapi ini sudah keterlaluan. Tempat pemasangan tanda arah kiblat yang nggak masuk akal ini benar-benar menyesatkan umat muslim serta tidak sesuai dengan peraturan pemasangan petunjuk arah yang salah satunya berbunyi “pasanglah tanda atau petunjuk arah ditempat yang memungkinkan orang melihatnya”.
Selesai Sinta sholat, dengan masih tertawa ngakak dan napas ngos-ngosan, kami berebut memberi tahu Sinta soal petunjuk arah kiblat itu. Diluar dugaan, Sinta sudah menangis karena tak kuasa lagi menahan tawa mendengar segala ocehan kami selama dia sholat. Pada akhirnya, dengan alasan ketidaktahuan dan badan yang emang sudah capek banget, Sinta memutuskan untuk tidak mengulang sholatnya dan kami pun tidur. Oh, sungguh malam yang ramai.
Sampai detik ini pun saya masih nggak mengerti, apa maksudnya pihak pengurus guest house ITS membuat petunjuk arah kiblat di langit-langit kamar. Sudah di  atas, kecil, pojokan pula.


SARAN
1.      Ketika di penginapan, perhatikan seluruh kamar secara mendetail. Jangan cuma perhatikan mas/mbak resepsionisnya yang kece badai, atau fasilitas-fasilitas penginapan yang bisa bikin stay-able. Siapa tahu menemukan petunjuk-petunjuk tersembunyi. :’)
2.      Saat menginap di tempat yang belum pernah dikunjungi, ada baiknya menanyakan arah kiblat yang benar kepada orang yang benar juga. Jangan asal menerka-nerka atau bertanya kepada orang yang sudah sholat duluan. Meskipun itu teman, guru anda sendiri. Jangan sampai kejadian ini terulang lagi dengan derajat yang lebih parah. -_____-
3.      Ada baiknya juga, kalau sedang bepergian jauh, untuk para muslim wajib membawa kompas kiblat atau benda apapun yang bisa menunjukkan arah kiblat. Syukur-syukur yang paling canggih.

d[cerpen ini adalah mantan peserta lomba 'The Ho[s]tel" tahun 2013]


{
{

Senin, 21 Oktober 2013

Cowok Berbaju Merah

Terjadi lagi. Saat aku tepat melihat sosoknya yang memakai baju merah, angin berhembus pelan dan waktu terasa terhenti. Aku tahu, aku sedang jatuh cinta. Kejadian seperti ini sudah biasa bagi yang sedang terjatuh. Terjatuh dalam cinta, lupa di mana ia berada...

                “Kamu ngerjain dekorasi yang di sini dulu ya. Sambil nunggu temen-temen yang lain dateng,” kata Kak Rani.
                “Iya, Kak,” jawab Trisna singkat. Ia masih malu-malu untuk mengobrol santai dengan Kak Rani, seniornya di kampus.
                “Aku tinggal sebentar ya. O, iya, buat masang-masang yang di tempat tinggi minta tolong si Nanda,” Kak Rani terlihat mencari-cari sesosok yang bernama Nanda, “Nanda!!! Bantuin sebelah sini geh! Kamu lagi nganggur kan?!” teriak Kak Rani dengan suara cemprengnya.
                Aku mengenalinya. Cowok yang pernah satu kelas mata kuliah umum denganku. Namanya Nanda. Ciri khas darinya adalah pendiam dan wajah ‘bangun tidur’nya yang mungkin bukan termasuk kategori ‘ganteng’. Namun berhasil membuatku penasaran.
                “Apa yang bisa aku bantu?” tanya Nanda singkat.
                Waktu terasa berhenti. Tanpa kusadari, hanya ada aku dan Nanda di panggung untuk acara bakti sosial besok. Aku menatap malu-malu. Dia bertanya malu-malu.
                “Eh..iya..tolong pasangin ini di sebelah sini ya.”
                “Oke, aku yang naik tangga, kamu yang pilihin mana yang mau dipasang.”
                Hanya aku dan dia. Diatas panggung hanya berdua. Dalam hati aku berharap semoga dia tidak melihat wajahku yang bersemu merah. Lampu panggung berpijar redup. Sangat mendukung momen ini.
                “Ng..kurang ke atas dikit,” kata Trisna mengarahkan Nanda untuk memasang dekorasi ke tempat yang tepat.
                “Kayak gini?” tanya Nanda memastikan.
                “Iya. Oke, sip!”
                Setelah dekorasi di sisi kiri panggung terpasang semua, dengan hati-hati Nanda turun. Sedangkan Trisna kembali memilih-milih dekorasi yang akan dipasang di sisi kanan panggung.
                “Pindah sana, yuk.”
                Mungkin hanya hal kecil. Aku senang mendengar suaranya. Suara malu-malu tapi mampu menghipnotisku. Tiga kata. Satu kalimat. Sepersekian detik. Aku merasa sudah lebih mengenalnya. Dia pemalu, tetapi bukan penakut. Dia...menenangkan.
                “Oke,” jawab Trisna patuh. Dia benar-benar terhipnotis oleh cowok yang baru saja diajaknya mengobrol sambil bekerja.

                Seminggu setelah malam itu, Trisna mendeklarasikan diri sebagai penggemar rahasia Nanda. Mengikuti hidupnya dari sisi manapun. Twitter, Facebook, Blog, sampai website jurusan ia telusuri. Meskipun hanya sedikit informasi tentang Nanda yang bisa ia ketahui,  Trisna ingin lebih mengenal Nanda. Sampai suatu hari, terulang kembali efek waktu terhenti yang sama...
                Dan pandangan kami saling bertemu tanpa sengaja. Aku melihatnya tersenyum. Dia melihat aku yang sedang menatap penuh arti padanya. Sederhana. Sekitarku tidak bergerak dan angin berhembus nyaman. Daun kekuningan yang terbang tersapu angin sebentar saja menghalangi fokusku padanya. Sampai pada akhirnya daun menyentuh tanah, dan kami menyadari sesuatu...kami saling memandang malu-malu lalu salah tingkah.
                “Kamu kenapa sih senyum-senyum sendiri?” tanya Tiwi penasaran. Digodanya sahabat karibnya itu. Tiwi tahu alasan aura Trisna tiba-tiba berubah. Orang yang disukai Trisna ada di sekitar mereka.
                “Ng...tau sendiri kan...” jawab Trisna malas menjelaskan kalau ada Nanda yang dikaguminya ada di sekitar situ. Dia malu kalau teman-teman yang lain, kecuali Tiwi, tahu kalau sedang ada orang yang disukainya.
                “Ssstt...dia jalan ke arah sini tuh. Pantengin terus gih,” bisik Tiwi.
                Tiba-tiba waktu terasa semakin melambat. Aku terus menatapnya. Memperhatikan cara dia berjalan dan ekspresi wajah yang ia buat saat mengobrol dengan temannya. Melambat....semakin melambat...namun angin berhembus semakin kencang. Membawa banyak dedaunan...
Dia berjalan semakin mendekat.
Jantungku berdegup kencang.
Lalu waktu berhenti.
Angin tidak lagi berhembus.
Yang ada hanya dedaunan yang terjatuh lunglai.
Aku sudah meraih tangannya...


                “Aku suka kamu...”

Bodoh. Memalukan.

 You can find my story at https://www.facebook.com/bubblechachacha thank you~ ^^

Jumat, 10 Mei 2013

I'm Taking this Photos~












Foto-foto ini saya ambil dengan modal pinjam kamera orang dan tempat serta objek yang seadanya :) dan saya pikir saya pingin jadi fotografer :D hahaha
Red Fence






Minggu, 07 April 2013

Aku Tidak Mengingatmu, Senior. T.T Mian~

Selalu ada yang bermasalah dengan sel-sel otakku. Nggak bisa mengingat dengan baik wajah dan nama orang =.=
Baru aja kejadian, di twitter di mention sama temen tentang pre-ordernya buku buatan kakak kelas. Kataku tumben amat temen yang satu ini nyaranin buku =.= biasanya makanan *eh
Pas dibaca namanya, kok kayaknya pernah kenal sama nama penulisnya ya.
Aku mikir keras banget pas itu. Yang bikin mikir makin keras adalah, ternyata nggak cuma satu orang temen ku yang ribut ngomongin tentang pre-order buku ini.
Usut punya usut salah seorang seniorku yang lain menyebutkan "karya kakak kelas gue".
Otomatis. Aku penasaran. 
Akhirnya aku bales mention-an temen aku tadi "Cut, mau tanya. Itu tadi yang kamu mention siapa ya? kakak kelas kita po?"
Sumpah. Polos. Keliatan bego.
Eh, dibales.
"Ya ampun, itu temennya kak Irma. Akselerasi angkatan 5."
Aku mikir keras lagi. Aku angkatan 7, berarti dulu pernah ketemu dong pas reunian akselerasi. O.o
Aku lanjutin baca mentionnya temen aku itu tadi.
"Ini orangnya @AzharNurnala"

CUCUT KAMPRET! NGAPAIN PAKE DIMENTION SEGALA ORANGNYA??!!!
Ja(t)uh sudah harga diriku........ T.T

Sabtu, 06 April 2013

ああ、みんな。俺はうんざりしている。疲れてった。君たちは、あまりにも利己的である。誰もが別のテーマを持っている?何地獄!

Dear Sister :) It's All about You to Me.

This is strange.
I still feel uncomfortable when you called me 'adek'.
The story between you and me.
Story of you and me in the past.

This is strange.
I always remember you never to called me like that.
Just called my name.
There is a distance between us that is always together.

This is strange.
You and me in the past.
Fighting, yelling at each other, hate each other.
I still remember.
You always make me cry.
Didn't protect me, like the other sisters.
All happened before, makes me feel like I life myself.
Whereas the only sister I have only you.
But we don't like the other sisters.

Sometimes,
Maybe we have the same clothes, or similar stuff.
But it wasn't enough to make me feel I'm not alone.

I don't know how you feel at that time.
I know, you're like me and never converge.

Ah, sometimes, I wish you didn't exist.
You, too, may have wished I had never born.

"First born sister to protect her younger sister.
younger sister born after older sister because the younger one need protection. "

All the words is like bullshit.
Which I know is you and me didn't close.

But I can't hate you forever.
Because you and me actually have each other.
I know, you're actually really loved me.
Because only me, younger sister you've got.
Teach me the Japanese language, introducing me litmus paper and acid-base, introducing me a matrix, showing methe form of diskettes, showing me transverse leaf images.
Apparent all that you learned in high school, you introduce me who was in elementary school.
Sometimes you make fun of me.
With your long hair, you let it break down on my head.
I had one that used to cut my hair short, certainly refuse.
But you always insist, and said "well, you have long hair now."

You and me in the past.
I don't completely hate you.
When you are not at home, I secretly look at all your things.
Writings in a book lesson, letters tucked between pages of a book, or a photo of your boyfriend.
I know everything.
Your diary too, as well as the stories that you experience out there, where I can not see it.

We are not close.
So this is how I know you laneways closer.
Everything I founnd out information about you own then make it a secret.
Because I know, I have a sister who's just you.

All changed when it was time we growing up.
When the school makes between us more distance away.
Not in the same house.
Didn't meet every day.
Didn't talk every day.

This is strange.
What we did remains as before.
I'm glad you're not home, and I still don't know how you feel.

Then, here we are now.
Really has changed.
Especially you, is much more mature.
Thinks that I as people who may be asked about your boyfriend.
Or talk about the things we want to achieve together.

This is weird.
When you called me 'adek'.
Not only  when you said it in front of me, but also in front of your friends.
I'm still not used to be this one habit.

But I'm happy.
Although once in a lifetime you call me that.
I'm thankful to have a sister like you.
Even though not the perfect sister.
But to me, you're a great big sister and really understand me.
And I am happy, I am your younger sister.

I want you to know that I love you, Onee-sama. ^ ^
* but I was too shy to say it directly. Maybe you're also so *

Kkk~ Terima kasih. 

Jumat, 29 Maret 2013

E9 (이나인) - 피터팬 신드롬 (Peter Pan Syndrome) Lyric

Ini salah satu lagu indie Korea yang aku suka :D lagunya lumayan bikin pingin joget-joget nih :p
aku sarankan buat yang nggak terlalu suka K-Pop tapi suka K-Rock nya :D
Video nya cukup bikin kaget, perhatikan ada Sadako di video ini.



E9 (이나인) - 피터팬 신드롬 (Peter Pan Syndrome) Lyric

내가 열한살이었을때, 세상이 아름다운 줄만 알았어
이대로 멈춰 버렸으면 더 이상 아무것도 필요 없었어
그때 내가 꿈꾸던 세상, 꿈꾸던 그녀는 어디로 가버린걸까

하지만 난 조금씩 나이를 먹고, 어른이 되어갔네 
주위를 둘러봐 그들의 꿈은 이미 사라져 버렸어
그때 내가 꿈꾸던 세상, 꿈꾸던 그녀는 어디로 가버린걸까

nothing to do , nothing to say
I can see the stars in your eyes
nothing to do , nothing to say
I was there , in my neverland

사람들은 조급증에 걸린 것처럼 조금 더 빨리 걷지만
난 그냥 여기 있을래, 이곳은 나의 네버랜드
그때 내가 꿈꾸던 세상, 꿈꾸던 그녀는 어디로 가버린걸까

nothing to do , nothing to say
I can see the stars in your eyes
nothing to do , nothing to say
I was there , in my neverland

숨막혀 버릴것 같아 자유롭게 날아가고 싶어
어른들의 세상은 이젠 지겨워 난 너와 함께 이곳에 있어

nothing to do , nothing to say
I can see the stars in your eyes
nothing to do , nothing to say
I was there , in my neverland

Sumber : 
Lirik : https://www.facebook.com/bande9?group_id=0 diakses tanggal 29 maret 2013 jam 22:29 WIB
Video : http://www.youtube.com/watch?v=Z5fD2o2qpww diakses tanggal 29 maret 2013 jam 21:15 WIB

Sabtu, 23 Maret 2013

만화 : 비가 왔을 때... (위디야_2013년3월)

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

This is my first comic. Actually I created this comic to fulfill my college assignment. Sorry if there are a lot of mistakes.
실수가 많이 있으면 최성합니다~ 

Jumat, 22 Maret 2013

Line-Brush


Smile

Sunset

Clouds

Di bawah pohon

Gantung

Bunga

Sarden

Bayangan

Indonesia <3

Ruwet

Anime-Haru-Tonari to Kaibutsukun

Salam

Kamis, 21 Maret 2013

BONGSAN TALCHUM DAN WAYANG TOPENG RAMAYANA Mengenal Drama Tari Topeng di Korea dan Indonesia

BONGSAN TALCHUM DAN WAYANG TOPENG RAMAYANA
Mengenal Drama Tari Topeng di Korea dan Indonesia

logo ugm baku.jpg 

Oleh
Widya Hastuti Shiwie
11/318573/SA/16094


JURUSAN BAHASA KOREA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
BONGSAN TALCHUM DAN WAYANG TOPENG RAMAYANA
Mengenal Drama Tari Topeng di Korea dan Indonesia

Oleh
Widya Hastuti Shiwie

1.             Pendahuluan
Kebudayaan adalah keseluruhan kehidupan sosial umat manusia, terbuat dari interpretasi manusia, imajinasi, dan kreatifitas sebagai ungkapan perasaan. Dengan kata lain, kebudayaan mempunyai makna hasil dari pikiran dan kebiasaan manusia. Bentuk-bentuk hasil dari kebudayaan dapat berupa kepercayaan, ideologi, peribahasa, kiasan, tari, lukisan, pakaian, makanan, sistem politik, hukum, dan lain-lain. Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal dengan kebudayaannya yang beragam. Begitu juga dengan Korea, meskipun kebudayaannya tidak sebanyak Indonesia namun sangat khas dengan ciri orang Korea.
Tari topeng merupakan bentuk kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun dalam bentuk tari topeng yang secara utuh atau tari topeng yang mempunyai cerita (drama tari). Drama tari topeng biasanya dimainkan oleh penari yang semuanya memakai topeng atau hanya sebagian pemain. Pada awalnya tari topeng dalam drama tari ini dipentaskan untuk keperluan upacara keagamaan. Akan tetapi, saat ini selain menjadi bagian dari ritual keagamaan juga menjadi salah satu daya tarik di sektor pariwisata. Baik Korea maupun Indonesia, keduanya mempunyai ciri tari topeng yang unik dan sudah terkenal di negara lain.
Tari topeng ada banyak jenisnya salah satu contohnya dari Indonesia adalah Tari Topeng Blantek dari Jawa Barat sedangkan tari topeng Korea yang terkenal saat ini adalah Tari Topeng Bongsan (Bongsan Talchum). Meskipun Korean Wave mampu memperkenalkan kebudayaan Korea ke seluruh dunia, di Indonesia sendiri tari topeng Korea masih sedikit yang mengetahuinya. Informasi maupun perunjukkan tari topeng Korea di Indonesia pun masih sangat sedikit.

1.             Filosofi Topeng
Mitos selama ini menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat. Konsepsi simbolis atas nilai-nilai tertentu (lelaki-perempuan, kelembutan-kekuasaan, basah hujan-kering) yang terlambangkan dalam elemen-elemen kehidupan, lekat menghidupi keseharian masyarakat. Kepercayaan yang merasuk kehidupan sehari-hari itu menimbulkan interpretasi kreatif dalam benak. Namun sebagai konsepsi nilai tertinggi, mitos-mitos itu memuat interpretasi visual yang mewujud dalam bentuk purba sebagai topeng: ia tidak berjenis kelamin, multisimbol dan perspektif, serta sangat antropologis.
Topeng menjadi benda mitologis yang mendekatkan diri dengan konsep idealitas, dalam personifikasi yang paling dekat dan bisa disentuh. Pada saat yang sama, konsep mitos itu mendapat pengakuan dalam wujud topeng. Topeng mewakili dan mencipta kesakralan nilai yang ekspresif, personifikasi nilai yang mewujud serta pada saat yang sama proses pengenalan subjektivitas yang mengambang. Itu tampak jelas ketika masyarakat menggunakan topeng sebagai elemen ekspresi dalam berbagai ritus atau seni pertunjukan komunal, baik sebagai karya seni maupun sebagai bagian dari repertoar. Hal serupa juga disebutkan oleh R. Corens, “A mask is not just an item of curiosity. It’s much more; it is a magical object. (Pablo Picasso)” (Orginizing Comite, 2002: 19).
2.             Sejarah Tari Topeng
2.1.       Sejarah Tari Topeng di Korea
Sangatlah sulit untuk menjelaskan kapan pertama kali tari topeng dipentaskan di Korea. Beberapa catatan sejarah awal menyebutkan festival yang tampaknya telah menampilkan bentuk tertentu dari tari topeng. Kemungkinan, Cheoyong Nori, Putra Raja Naga, dilakukan oleh penari bertopeng yang memberikan sebuah cerita yang memiliki kualitas dramatis tertentu. Tari Topeng Bongsan adalah drama tari topeng perwakilan dari Provinsi Hwanghae, saat ini terletak di Korea Utara,  awalnya dipertunjukkan di Kyongsudae di perkampungan Bongsan. Setelah sekitar tahun 1915, ketika kantor administrasi kecamatan dipindahkan ke Sariwon, dan Railroad Seoul-Shinuiju dibuka, itu dilakukan di kaki Gunung. Kyongnam di Sariwon.
Talchum pada dasarnya adalah bentuk drama rakyat yang dinikmati dan ditransmisikan secara lisan kepada kelompok tertentu serta tidak memiliki hubungan dengan peristiwa negara. Oleh karena itu, tarian topeng jarang disebutkan dalam catatan sejarah dan sangat sulit untuk ditelusuri.
Tari topeng Korea mempunyai nama yang berbeda berdasarkan daerah di mana tarian tersebut. Awalnya, talchum yang berarti tari topeng diturunkan di provinsi Hwanghae, sedangkan daerah lain memiliki versi nama sendiri seperti Sandae Nori (bermain di panggung darurat), Deul noreum (upacara di lapangan) dan Ogwandwae (bermain dengan lima badut). Kemudia nama talchum digunakan untuk semua gaya tari topeng tradisional Korea karena dianggap istilah umum yang terbaik.
Drama tari topeng Korea tidak hanya berupa tarian yang dilakukan oleh penari bertopeng tetapi juga drama dengan karakter bertopeng yang menggambarkan orang, hewan dan kadang-kadang makhluk supranatural. Drama rakyat ini mencerminkan frustrasi yang dirasakan oleh kelas bawah terhadap Konghucu sastrawan Yangban, karena pengobatan yang terakhir dari rakyat jelata, menunjukkan kehidupan orang-orang biasa dan masalah proses sosial seperti biarawan yang mengabaikan ajaran mereka dan pria yang membuang istri tua mereka.
Tema dasar drama tari topeng adalah ritus eksorsisme, tarian ritual, satir menggigit, parodi kelemahan manusia, kejahatan sosial dan kelas istimewa. Mereka mengajak penonton untuk menghina biksu Buddha yang murtad, bangsawan dan pelayan, dan dukun. Tema lain yang populer adalah konflik antara istri tua dan selir menggoda.
2.2.       Sejarah Tari Topeng di Indonesia
Munculnya drama tari topeng di Indonesia masih ada hubungannya dengan pertunjukkan wayang wong, istilah ini menggunakan bahasa Jawa Baru pada abad 18. Sebelumnya, dalam kitab Sumanasantaka istilah ini sudah disebut-sebut pada abad 12. Sedangkan drama tari gaya Yogyakarta mulai dipertunjukkan pada abad 18 dan diciptakan oleh Sri Paduka Sultan Hamengku Buwana I (1755-1792). Menurut Soedarsono (1974:5), drama tari gaya Yogyakarta diciptakan di istana Yogakarta pada abad 18 dan selalu mempergelarkan lakon-lakon dari epos Mahabarata lalu di abad 20 mulai mempergelarkan lakon Ramayana.
Dalam kitab Sumanasantaka selain menyebutkan tentang wayang wong juga disebutkan adanya pertunjukkan wayang wwang yang mempunyai arti etimologis sama dengan wayang wong, namun keduanya berbeda. Wayang wwang diperkirakan adalah pertunjukkan drama tari topeng dan disebut dengan istilah atapukan dalam prasasti Jaha (840M) dan masih terdapat dalam kitab Pararaton dari abad 16. Dengan kata lain, wayang wwang sudah lebih dulu ada sebelum wayang wong itu sendiri. Selain istilah atapukan, wayang wwang mempunyai perkembangan nama sebelum dikenal dengan drama tari topeng. Pada abad 14 dalam kitab Nagarakertagama disebutkan istilah lain dari drama tari topeng yaitu raket. Kemudian dalam Kidung Sunda dari abad 16, dalam bahasa Jawa Kuna terdapat istilah patapelan yang berarti drama tari topeng. Pada akhirnya lebih lazim disebut dengan wayang topeng dalam bahasa Jawa Baru.
Sama halnya dengan wayang wong, wayang wwang juga membawakan epos Mahabarata atau Ramayana yang berasal dari India. Kedua epos ini sudah populer di Indonesia pada abad-abad tersebut. Maka dapat dikatakan pula bahwa wayang wwang merupakan drama tari jawa tertua yang sudah membawakan cerita Ramayana atau Mahabarata.

3.             Tari Topeng Bongsan (Bongsan Talchum)
Tari Topeng Bongsan merupakan perwujudan berbagai pengaruh dari daerah yang beragam. Tarian ini terdiri dari gerakan, kelakar dan vokal yang diiringi irama piri (oboe silinder), daegeum (seruling bambu horisontal), haegeum (biola dua senar), janggu (drum dua sisi) dan buk (drum). Tari Topeng Bongsan dibagi menjadi tujuh bagian dan menampilkan 26 topeng selama 34 peran yang berbeda karena beberapa topeng mewakili beberapa karakter.
Tema yang digunakan adalah upacara keagamaan, satir tentang biarawan murtad dan bangsawan hancur, cinta segitiga antara seorang pria, istri dan gundik, dan kehidupan sehari-hari orang biasa. Tarian ini mengungkapkan cita-cita yang diceritakan melalui lelucon satir dan kisah-kisah yang ditetapkan dalam kerangka adat samansisme, kepercayaan Budha dan gagasan yang baik yang dihargai dan hukuman untuk penjahat.
Hal penting lainnya adalah terdapat ciri khas Korea dalam setiap kebudayaannya. Korea mempunyai tiga konsep sebagai jantung identitas Korea yaitu [Gi/] yang berarti semangat, energi; [Heung/] yang berarti keriangan, kenikmatan, kegembiraan, antusiasme; dan [Jeong/] yang berarti kasih sayang, kehangatan, welas asih, cinta. Dari ketiga konsep ini dua diantaranya menjadi ciri dari tari topeng Korea. Heung membentuk bangsa korea menjadi bangsa yang bersemangat dan diungkapkan melalui pertunjukkan drama, musik, dan lain-lain. Jeong ditampilkan dalam bentuk senyuman menawan dan menawarkan kehangatan dan kecintaaan terhadap sesama.
3.1.       Cerita dalam Tari Topeng Bongsan
3.1.1.          Cerita tentang Seorang Biksu Buddha Tua
Cerita ini mengisahkan tentang seorang biksu tua yang murtad. Seharusnya ia berlatih mediasi di sebuah kuil di pegunungan. Biksu tua itu mencari sekelompok biksu muda yang sedang bermain di lapangan. Lalu biksu tua itu bertemu dengan seorang dukun wanita yang cantik dan terpesona olehnya. Mereka pun hidup bahagia. Suatu hari, seorang playboy yang kuat bernama Chwibari, mengetahui bahwa ia seorang biarawan dan mengusir biksu tua dan mengambil wanita itu untuk dirinya sendiri. Maka, seekor singa yang merupakan wakil Buddha berniat untuk menghukum biksu tua itu, bukan Chwibari.
3.1.2.          Cerita tentang Seorang Bangsawan dan Pelayannya
Nama lain dari cerita ini adalah yangban, seorang bangsawan memerintah pelayannya sambil berteriak, sementara pelayannya hanya menyalahkan diri sendiri. Si bangsawan salah paham dengan pelayan tersebut dan merasa harus meringankan beban si pelayan. Kemudian mereka berdua bersuka cita menari bersama.
3.1.3.          Cerita tentang Wanita Tua dan Suaminya
Menceritakan tentang sepasang suami istri yang sudah tua dan saling bertengkar.
3.2.   Karakter dan Topeng dalam Tari Topeng Bongsan
servant-mask-bongsan-talchum.jpgold couple.jpg
            Gambar 1. Topeng Pelayan                            Gambar 2. Pasangan suami istri
lion.jpg         M36C6S5A73_36_img.jpg
                           Gambar 3. Singa                                      Gambar  4. Topeng Bongsan
all bonsan mask.jpg 
Gambar 5. Topeng dalam Tari Topeng Bongsan
4.             Tari Topeng Yogyakarta
Tari topeng di Jawa khususnya Yogyakarta memang tidak mempunyai nama dan cerita khusus seperti tari topeng lain yang ada di Cirebon, Bali, atau Malang. Hal ini dikarenakan setelah terpecahnya kerajaan Mataram-islam menjadi dua, yakni Surakarta dan Yogyakarta pada tahun 1755, tradisi wayang topeng di Yogyakarta tidak hidup dan menghidupkan kembali wayang wong. Hal ini disebutkan oleh Sumardjo (2004: 34-35) dalam  bukunya:
Di istana Yogyakarta justru dihidupkan kembali wayang wong yang sudah lama tenggelam sejak zama Majapahit. Renaisans wayang wwang dari Majapahit yang terjadi di istana Yogyakarta ini masih berfungsi sakral dan mungkin juga ingin menunjukkan bahwa Yogyakarta kelanjutan dari kerajaan Majapahit yang jaya itu.
Sebaliknya, tradisi wayang topeng ini tetap hidup di Surakarta dengan 87 jenis topengnya.
Tari topeng atau wayang topeng yang menjadi salah satu bagian dari wayang wong di Yogyakarta biasanya membawakan cerita Raden Panji atau epos Mahabharata dan Ramayana.
4.1.       Cerita Ramayana
Kisah Ramayana diawali dengan adanya seseorang bernama Rama, yaitu putra mahkota Prabu Dasarata di Kosala dengan ibukotanya Ayodya. Tiga saudara tirinya bernama Barata, Laksmana dan Satrukna. Sejak remaja, Rama dan Laksmana berguru kepada Wismamitra sehingga menjadi pemuda tangguh. Rama kemudian mengikuti sayembara di Matila ibukota negara Wideha. Berkat keberhasilannya menarik busur pusaka milik Prabu Janaka, ia dihadiahi putri sulungnya bernama Sinta, sedangkan Laksmana dinikahkan dengan Urmila, adik Sinta.
Setelah Dasarata tua, Rama yang direncanakan untuk menggantikannya menjadi raja, gagal setelah Kaikeyi mengingatkan janji Dasarata bahwa yang berhak atas tahta adalah Barata dan Rama harus dibuang selama 15 (lima belas) tahunAtas dasar janji itulah dengan lapang dada Rama pergi mengembara ke hutan Dandaka, meskipun dihalangi ibunya maupun Barata sendiri. Kepergiannya itu diikuti oleh Sinta dan Laksmana. Namun kepergian Rama membuat Dasarata sedih dan akhirnya meninggal. Untuk mengisi kekosongan singgasana, para petinggi kerajaan sepakat mengangkat Barata sebagai raja. Tapi ia menolak, karena menganggap bahwa tahta itu milik Rama, sang kakak. Untuk itu Barata disertai parajurit dan punggawanya, menjemput Rama di hutan. Saat ketemu kakaknya, Barata sambil menangis menuturkan perihal kematian Dasarata dan menyesalkan kehendak ibunya, untuk itu ia dan para punggawanya meminta agar Rama kembali ke Ayodya dan naik tahta. Tetapi Rama menolak serta tetap melaksanakan titah ayahandanya dan tidak menyalahkan sang ibu tiri, Kaikeyi, sekaligus membujuk Barata agar bersedia naik tahta. Setelah menerima sepatu dari Rama, Barata kembali ke kerajaan dan berjanji akan menjalankan pemerintahan sebagai wakil kakaknya.
Banyak cobaan yang dihadapi Rama dan Laksmana, dalam pengembaraannya di hutan. Mereka harus menghadapi para raksasa yang meresahkan masyarakat disekitar hutan Kandaka itu. Musuh yang menjengkelkan adalah Surpanaka, raksesi yang menginginkan Rama dan Laksmana menjadi suaminya. Akibatnya, hidung dan telinga Surpanaka dibabat hingga putus oleh Laksmana. Dengan menahan sakit dan malu, Surpanaka mengadu kepada kakaknya, yaitu Rahwana yang menjadi raja raksasa di Alengka, sambil membujuk agar Rahwana merebut Sinta dari tangan Rama. Dengan bantuan Marica yang mengubah diri menjadi kijang keemasan, Sinta berhasil diculik Rahwana dan dibawa ke Alengka.
Burung Jatayu yang berusaha menghalangi, tewas oleh senjata Rahwana. Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Jatayu masih sempat mengabarkan nasib Sinta kepada Rama dan Laksmana yang sedang mencarinya.Dalam mencari Sinta, Rama dan Laksamana berjumpa pembesar kera yang bernama Sugriwa dan Hanuman. Mereka mengikat persahabatan dalam suka dan duka. Dengan bantuan Rama, Sugriwa dapat bertahta kembali di Kiskenda setelah berhasil mengalahkan Subali yang lalim. Setelah itu, Hanuman diperintahkan untuk membantu Rama mencari Sinta. Dengan pasukan kera yang dipimpinAnggada, anak Subali, mereka pergi mencari Sinta.
Atas petunjuk Sempati, kakak Jatayu, mereka menuju ke pantai selatan. Untuk mencapai Alengka, Hanuman meloncat dari puncak gunung Mahendra. Setibanya di ibukota Alengka, Hanuman berhasil menemui Sinta dan mengabarkan bahwa Rama akan segera membebaskannya. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman melapor kepada Rama. Strategi penyerbuan pun segera disusun. Atas saran Wibisana, adik Rahwana yang membelot ke pasukan Rama, dibuatlah jembatan menuju Alengka. Setelah jembatan jadi, berhamburanlah pasukan kera menyerbu Alengka. Akhirnya, Rahwana dan pasukannya hancur. Wibisana kemudian dinobatkan menjadi raja Alengka, menggantikan kakaknya yang mati dalam peperangan.
Setelah berhasil membebaskan Sinta, pergilah Rama dan Sinta serta Laksmana dan seluruh pasukan (termasuk pasukan kera) ke Ayodya. Setibanya di ibukota negera Kosala itu, mereka disambut dengan meriah oleh Barata, Satrukna, para ibu Suri, para punggawa dan para prajurit, serta seluruh rakyat Kosala. Dengan disaksikan oleh mereka, Rama kemudian dinobatkan menjadi raja.
4.2.       Karakter Topeng yang Digunakan dalam Drama Tari Topeng Ramayana
jatayu.jpg laksmana.jpeghanuman.jpg
Gambar 6. Jatayu                 Gambar 7. Laksmana          Gambar 8. Hanoman
kumbakarna.jpg
Gambar 9. Rahwana


rahwana direbut pasukan kera.jpg
Gambar 10. Adegan saat pasukan kera menangkap Rahwana
5.      Penutup
Tari topeng yang pada awalnya mungkin dianggap sebagai salah satu bentuk dari ritual kepercayaan tertentu, ternyata mempunyai sejarah panjang dalam perkembangannya. Nilai-nilai magis dan historis dalam sebuah topeng menjadi daya tarik tersendiri untuk dibahas. Salah satu alasan tulisan ini dibuat adalah minimnya informasi tentang tari topeng Korea dan perbandingannya dengan tari topeng yang ada di Indonesia. Makalah ini dibuat untuk memberikan wawasan tentang perbedaan antara tari topeng yang ada di Korea dan di Indonesia. Baik perbedaan dari bentuk topeng yang digunakan, cerita yang dimainkan, jumlah pemain, musik pengiring, maupun sejarahnya.
Secara umum, antara tari topeng Korea dengan tari topeng Indonesia mempunyai perbedaan yang sangat mencolok. Tari topeng Korea, banyak terpengaruh oleh Shamanisme, budaya Jepang, dan berasal dari pengalaman-pengalaman hidup yang pernah dialami oleh rakyat Korea. Sedangkan tari topeng Indonesia terpengaruh oleh cerita-cerita dari India dan wayang orang. Bentuk topengnya pun berbeda. Topeng Korea lebih sederhana bentuk dan motifnya. Lain halnya dengan topeng Indonesia yang terlihat lebih rumit karena banyaknya ukiran-ukiran. Namun, semua topeng tetaplah sama. Semua topeng selalu menunjukkan ekspresi, watak, dan emosi tertentu.
 DAFTAR LAMAN

http://kfk.kompas.com/kfk/view/101743 diakses tanggal 14 Januari 2013 jam 12.05
http://www.bongsantal.com/en_introduce.html diakses tanggal 14 Januari 2013 jam 12.56
http://www.koreatimes.co.kr/www/news/art/2010/10/153_46700.html diakses tanggal 14 Januari      2013 jam 13.39


 DAFTAR PUSTAKA

Cho Dong Il. 2005. Spirit of Korean Cultural Roots 10: Korean Mask Dance. Lee Kyong-hee (Penerj.). Seoul: Ewha Womans University Press.
Kim Hae Ok. 2005. Study of Korean Culture: for Korean Language Teaching and Literature Education. Seoul: Yeokrak.

Kim Malborg. 2005. Spirit of Korean Cultural Root. 8: Korean Dance. Lee Jean Young (Penerj.). Seoul: Ewha Womans University Press.

Korea Tourism Organization. 2011. Korea.
Lee Namhee. 2007. The Making of Minjung: Democracy and the Politics of Representation in South Korea. Seoul: Cornell University Press.
Moehkardi. 2011.Sendratari Ramayana Prambanan: Seni dan Sejarahnya.
Moore, Marvelene C. dan Philip Ewell. 2010. Kaleidoscope of Cultures: A Celebration of Multicultural Research and Practice : Proceedings of the MENC/University of Tennessee National Symposium on Multicultural Music. R&L Education.
Ravina, Maria Clara V. (Ed.). 2002. Mask: The Other Face of Humanity: Various Visions on the Role of the Mask in Human Society. Filipina: Rex Book Store.
Soedarsono. Tanpa tahun. Beberapa Catatan tentang Seni Pertunjukkan Indonesia. Yogyakarta: Konservatori Tari Indonesia.
Sumardjo, Jakob. 2004. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia. Bandung: STSI Press.